Kamis, 14 Mei 2015

makalah bencana


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Bencana (disaster) merupakan fenomena sosial akibat kolektif atas sistem penyesuaian dalam merespon ancaman (Paripurno, 2002). Renspon itu bersifat jangka pendek yang disebut mekanisme penyesuaian (coping mechanism) atau yang lebih jangka panjang yang dikenal sebagai mekanisme adaptasi (adaptatif mechanism). Mekanisme dalam menghadapi perubahan dalam jangka pendek terutama bertujuan untuk mengakses kebutuhan hidup dasar: keamanan, sandang, pangan, sedangkan jangka panjang bertujuan untuk memperkuat sumber-sumber kehidupannya (Paripurno, 2002).
Masalah bencana akibat lingkungan mulai semakin mencuat ke permukaan,baik yang disebabkan oleh proses alam itu sendiri maupun yang disebabkan karena ulah manusia di dalam membangun sarana dan memenuhi kebutuhan hidupnya. Kasus-kasus mengenai perubahan tata guna lahan di daerah tangkapan air hujan di hulu menjadi padat penduduk karena berubah menjadi pemukiman. Hal tersebut berdampak pada banjir yang sering terjadi di daerah bawahnya atau daerah hilir. Konversi lahan ini sedikit banyak telah berpengaruh terhadap menurunnya kualitas lingkungan.
Oleh karena itu di dalam proses pembangunan tidak dengan sendirinya mengurangi risiko terhadap bahaya alam. Sebaliknya tanpa disadari pembangunan dapat menciptakan bentuk-bentuk kerentanan baru atau memperburuk kerentanan yang telah ada. Persoalan-persolaan yang muncul sebagai akibat dari proses pembangunan ini perlu diarahkan pada suatu paradigma pembangunan yang ramah lingkungan, yaitu “pembangunan yang berkelanjutan” maka pembangunan tersebut harus didasarkan atas pengetahuan yang lebih baik tentang karakteristik alam dan manusia (masyarakat).
Bencana alam apapun bentuknya memang tidak diinginkan. Sayangnya kejadian pun terus saja ada. Berbagai usaha tidak jarang dianggap maksimal tetapi kenyataan sering tidak terelakkan. Masih untung bagi kita yang mengagungkan Tuhan sehingga segala kehendak-Nya bisa dimengerti, meski itu berarti derita.
Banyak masalah yang berkaitan dengan bencana alam. Kehilangan dan kerusakan termasuk yang paling sering harus dialami bersama datangnya bencana itu. Harta benda dan manusia terpaksa harus direlakan, dan itu semua bukan masalah yang mudah. Dalam arti mudah difahami dan mudah diterima oleh mereka yang mengalami. Bayangkan saja harta yang dikumpulkan sedikit demi sedikit, dipelihara bertahun-tahun lenyap seketika.

B.     Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini, yaitu:
1.      apa pengertian resiko bencana, bahaya dan kerentanan ?
2.      apa saja faktor penentu resiko bencana ?
3.      bagaimana tujuan analisis resiko bencana ?
4.      bagaimana langkah-langkah analisis resiko ?

C.    Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan dalam makalah ini, yaitu:
1.      Untuk mengetahui pengertian resiko bencana, bahaya dan kerentanan
2.      Untuk mengetahui faktor penentu resiko bencana
3.      Untuk mengetahui tujuan analisis resiko bencana
4.      Untuk mengetahui langkah-langkah analisis resiko














BAB II
PEMBAHASAN

A.    pengertian resiko bencana, bahaya dan kerentanan
Bencana (disaster) adalah suatu gangguan serius terhadap keberfungsian suatu komunitas atau masyarakat yang mengakibatkan kerugian manusia, materi, ekonomi, atau lingkungan yang meluas yang melampaui kemampuan komunitas atau masyarakat yang terkena dampak untuk mengatasi dengan menggunakan sumberdaya mereka sendiri (ISDR, 2004 dalam MPBI, 2007). Bencana dapat dibedakan menjadi dua yaitu bencana oleh faktor alam (natural disaster) seperti letusan gunungapi, banjir, gempa, tsunami, badai, longsor, dan bencana oleh faktor non alam ataupun faktor manusia (man-made disaster) seperti konflik sosial dan kegagalan teknologi.
Bencana (disaster) merupakan fenomena sosial akibat kolektif attas sistem penyesuaian dalam merespon ancaman (Paripurno, 2002). Renspon itu bersifat jangka pendek yang disebut mekanisme penyesuaian (coping mechanism) atau yang lebih jangka panjang yang dikenal sebagai mekanisme adaptasi (adaptatif mechanism). Mekanisme dalam menghadapi perubahan dalam jangka pendek terutama bertujuan untuk mengakses kebutuhan hidup dasar: keamanan, sandang, pangan, sedangkan jangka panjang bertujuan untuk memperkuat sumber-sumber kehidupannya (Paripurno, 2002).
Bahaya (hazard) adalah suatu fenomena fisik, fenomena, atau aktivitas manusia yang berpotensi merusak, yang bisa menyebabkan hilangnya nyawa atau cidera, kerusakan harta-benda, gangguan sosial dan ekonomi atau kerusakan lingkungan (ISDR, 2004 dalam MPBI, 2007) atau peristiwa kejadian potensial yang merupakan ancaman terhadap kesehatan, keamanan, atau kesejahteraan masyarakat atau fungsi ekonomi masyarakat atau kesatuan organisasi pemerintah yang selalu luas (Lundgreen, 1986).
Kerentanan (vulnerability) adalah kondisi-kondisi yang ditentukan oleh faktor-faktor atau proses-proses fisik, sosial, ekonomi, dan lingkungan yang meningkatkan kecenderungan (susceptibility) sebuah komunitas terhadap dampak bahaya (ISDR, 2004 dalam MPBI, 2007). Kerentanan lebih menekankan aspek manusia di tingkat komunitas yang langsung berhadapan dengan ancaman (bahaya) sehingga kerentanan menjadi faktor utama dalam suatu tatanan sosial yang memiliki risiko bencana lebih tinggi apabila tidak di dukung oleh kemampuan (capacity) seperti kurangnya pendidikan dan pengetahuan, kemiskinan, kondisi sosial, dan kelompok rentan yang meliputi lansia, balita, ibu hamil dan cacat fisik atau mental. Kapasitas (capacity) adalah suatu kombinasi semua kekuatan dan sumberdaya yang tersedia di dalam sebuah komunitas, masyarakat atau lembaga yang dapat mengurangi tingkat risiko atau dampak suatu bencana (ISDR, 2004 dalam MPBI, 2007).
Dalam kajian risiko bencana ada faktor kerentanan (vulnerability) rendahnya daya tangkal masyarakat dalam menerima ancaman, yang mempengaruhi tingkat risiko bencana, kerentanan dapat dilihat dari faktor lingkungan, sosial budaya, kondisi sosial seperti kemiskinan, tekanan sosial dan lingkungan yang tidak strategis, yang menurunkan daya tangkal masyarakat dalam menerima ancaman.
Besarnya resiko dapat dikurangi oleh adanya kemampuan (capacity) adalah kondisi masyarakat yang memiliki kekuatan dan kemampuan dalam mengkaji dan menilai ancaman serta bagaimana masyarakat dapat mengelola lingkungan dan sumberdaya yang ada, dimana dalam kondisi ini masyarakat sebagai penerima manfaat dan penerima risiko bencana menjadi bagian penting dan sebagai aktor kunci dalam pengelolaan lingkungan untuk mengurangi risiko bencana dan ini menjadi suatu kajian dalam melakukan manajemen bencana berbasis masyarakat (Comunity Base Disaster Risk Management).
Pengelolaan lingkungan harus bersumber pada 3 aspek penting yaitu Biotik (makluk hidup dalam suatu ruang), Abiotik (sumberdaya alam) dan Culture (Kebudayaan). Penilaian risiko bencana dapat dilakukan dengan pendekatan ekologi (ekological approach) dan pendekatan keruangan (spatial approach) berdasarkan atas analisa ancaman (hazard), kerentanan (vulnerabiliti) dan kapasitas (capacity) sehingga dapat dibuat hubungannya untuk menilai risiko bencana dengan rumus :
RB= HxV/C
RB=RisikoBencana
H=Hazard(bahaya)
V = Vulnerability (kerentanan)
C = Capacity (kemampuan)
gambar12

B.     Faktor penentu resiko bencana
Tingkat penentu resiko bencana disuatu wilayah dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu ancaman, kerentanan dan kapasitas. Dalam upaya pengurangan resiko bencana (PRB) atau disaster risk reduction (DRR), ketiga faktor tersebut yang menjadi dasar acuan untuk dikaji guna menentukan langkah-langkah dalam pengelolaan bencana.
Faktor penentu Resiko Bencana
1.         Ancaman
Kejadian yang berpotensi mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat sehingga menyebabkan timbulnya korban jiwa,  kerusakan harta benda, kehilangan rasa aman, kelumpuhan ekonomi dan kerusakan lingkungan serta dampak psikologis. Ancaman dapat dipengaruhi oleh faktor :
a.         Alam, seperti gempa bumi, tsunami, angin kencang, topan, gunung meletus.
b.        Manusia, seperti konflik, perang, kebakaran pemukiman, wabah penyakit, kegagalan teknologi, pencemaran, terorisme.
c.         Alam dan Manusia, seperti banjir, tanah longsor, kelaparan, kebakaran hutan. Kekeringan.

2.         Kerentanan
     Suatu kondisi yang ditentukan oleh faktor – faktor fisik, sosial, ekonomi, geografi yang mengakibatkan menurunnya kemampuan masyarakat dalam menghadapi bencana.
3.         Kapasitas
     Kemampuan sumber daya yang dimiliki tiap orang atau kelompok di suatu wilayah yang dapat digunakan dan ditingkatkan untuk mengurangi resiko bencana. Kemampuan ini dapat berupa pencegahan, mengurangi dampak, kesiapsiagaan dan keterampilan mempertahankan hidup dalam situasi darurat.
Sehingga untuk mengurangi resiko bencana maka diperlukan upaya – upaya untuk mengurangi ancaman, mengurangi kerentanan dan meningkatkan kapasitas.

C.      Tujuan Analisis Resiko
Pengurangan Risko Bencana dimaknai sebagai sebuah proses pemberdayaan komunitas melalui pengalaman mengatasi dan menghadapi bencana yang berfokus pada kegiatan partisipatif untuk melakukan kajian, perencanaan, pengorganisasian kelompok swadaya masyarakat, serta pelibatan dan aksi dari berbagai pemangku kepentingan, dalam menanggulangi bencana sebelum, saat dan sesudah terjadi bencana. Tujuannya agar komunitas mampu mengelola risiko, mengurangi, maupun memulihkan diri dari dampak bencana tanpa ketergantungan dari pihak luar. Dalam tulisan siklus penanganan bencana kegiatan ini ada dalam fase pra bencan
Fokus kegiatan Pengurangan Risiko Bencana secara Partisipatif dari komunitas dimulai dengan koordinasi awal dalam rangka membangun pemahaman bersama tentang rencana kegiatan kajian kebencanaan, yang didalamnya dibahas rencana pelaksanaan kajian dari sisi peserta, waktu dan tempat serta keterlibatan tokoh masyarakat setempat akan sangat mendukung kajian analisa kebencanaan ini. Selain itu juga di sampaikan akan Pentingnya Pengurangan Risko Bencana mengingat wilayah kita yang rawan akan bencana.
Setelah ada kesepakatan dalam koordinasi awal maka masyarkat melakukan kegiatan PDRA ( Participatory Disaster Risk Analysis / Kajian Partisipatif Analisa Bencana ). Kegiatan ini selain melibatkan masyarakat, Tokoh masyarakat juga kader yandu dan PKK dusun, dengan kata lain semua unsur di masyarakat yang ada dilibatkan. Dalam kegiatan ini dijelaskan maksud dan tujuan kegiatan kajian dan analisa kerentanan, ancaman dan resiko kebencanaan.
Kegiatan PDRA di suatu wilayah diawali dengan memberikan pemahaman tentang Pengurangan Risiko Bencana berbasis masyarakat yaitu upaya yang dilakukan sendiri oleh masyarakat untuk menemukenali ancaman yang mungkin terjadi di wilayahnya dan menemukenali kerentanan yang ada di wilayahnya serta menemukenali potensi/kapasitas yang dimiliki untuk meredam/mengurangi dampak dari bencana tersebut. setelah menemukenali ancaman, kerentanan, dan Kapasitas yang ada di masyarakat maka perlu dianalisis untuk mengetahui seberapa jauh masyarakat mampu mengurangi risiko bencana itu dengan menggunakan rumus Ancaman x Kerentanan dibagi dengan Kapasitas.
Sebelum mengkaji perlu diperoleh data terkini dari wilayah tersebut. Pentingnya data terkini mengenai jumlah KK dan Jiwa, pemilik kendaraan , kerentanan dll, sebagai bahan dasar kajian selanjutnya dalam kegiatan PDRA pengurangan risiko bencana wilayah ini.
Kemudian dilakukan Kegiatan Kajian dan analisis Risiko bencana secara partisipasif oleh masyarakat Hal-hal yang dikaji : ancaman, kerentanan dan potensi terhadap bencana untuk wilayahnya.

D.    Langkah-Langkah Analis  Resiko
Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)  merupakansalahsatuwilayahygrentanterhadapbencanaalamantara lain gempabumivolkanikdantektonik, tanahlongsor, kekeringandanbajirygsemakinmeningkatsecarakuantitatifmaupunkualitatif. Olehkarenaitudiperlukansuaturencanaygstrategisuntukpengelolaanbencanaalamygmenimpawilayah DIY. TujuananalisisStrength,Weakness,Opportunity dan Threat (SWOT)adalahuntukmensinergikankecepatan, ketepatan, kesigapandankeputusanygefektifdanefisiendalampengelolaanbencanaalam.
FaktorStrength (kekuatan)adalahketersediaan SDM ahli di bidangbencanaalam, antara lain ahli-ahligeologi, geofisika, , kegunungapian, geografi, geodesi, tekniksipil, manajemen, informasi, telekomunikasi, dsb. Demikianjugakeberadaanberbagaiinstansi yang terkaitdenganbencanaalamantara lain  PEMDA tingkat I dan II, Kantor BPPTK, SABO, UGM (a.l. PSBA), UII, UPN, BMG, dll. Selainituketersediaansaranadanprasarana yang memadai, termasukhasil-hasilriset di berbagaibidang yang terkaitdenganbencanaalamakansangatmendukungrencanaini.
Faktor Weakness (kelemahan) adalah belum adanya koordinasi dan sinkronisasi  dari  berbagai pihak (institusi dan kepakaran) di dalam pengelolaan bencana alam. Selain itu belum tersedianya suatu wadah yang resmi dan mampu untuk mengkoordinasi, dan mengambil langkah-langkah strategis untuk mencapai tujuan tersebut, serta  belum adanya jaringan stasiun gempa bumi tektonik yang memadai di wilayah  DIY.
Faktor Opportunity (peluang) adalah banyaknya kerjasama yang telah terbina sampai dengan saat ini, baik dengan institusi Nasional maupun Internasional yang memungkinkan adanya transfer teknologi dan kolaborasi. Pendanaan  dapat  berasal  dari PEMDA Tk I dan II, Menteri RISTEK, UNESCO, dan Kerja Sama penelitian   dengan negara-2 Perancis, Jerman, Jepang dll.
Faktor Threat (ancaman/tantangan), terdapat fakta/kenyataan bahwa wilayah DIY  rentan terhadap acmana aktifitas Gunung Merapi yang sangat aktif terutama wilayah Sleman, ancaman banjir terutama wilayah Bantul dan Kulon Progo, tanah longsor terutama wilayah Kulon Progo, ancaman kekeringan terutama wilayah Gunung Kidul dan gempa tektonik yang cukup menakutkan dan membuat panik penduduk wilayah DIY. Selain itu  DIY merupakan salah satu  barometer nasional dalam bidang-bidang sosio-demografis, sosio-geologis, budaya serta politik, oleh karena uitu  memerlukan aras kompetensi, kesadaran dan kewaspadaan yang prima terhadap pengelolaan bencana alamnya. Apalagi keberadaan G. Merapi sudah menjadi perhatian masyarakat internasional antara lain IAVCE, UNESCO,  negara-2:  Jerman, Perancis dan Jepang.


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Bencana (disaster) merupakan fenomena sosial akibat kolektif atas sistem penyesuaian dalam merespon ancaman (Paripurno, 2002). Renspon itu bersifat jangka pendek yang disebut mekanisme penyesuaian (coping mechanism) atau yang lebih jangka panjang yang dikenal sebagai mekanisme adaptasi (adaptatif mechanism).
Tingkat penentu resiko bencana disuatu wilayah dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu ancaman, kerentanan dan kapasitas. Dalam upaya pengurangan resiko bencana (PRB) atau disaster risk reduction (DRR), ketiga faktor tersebut yang menjadi dasar acuan untuk dikaji guna menentukan langkah-langkah dalam pengelolaan bencana.
B.     Saran
            Kita sebagai tenaga kesehatan harus tanggap terhadap resiko terjadinya bencana dan mampu untuk melakukan hal-hal yang dapat mengatasi resiko bencana. Dan sebagai pembaca bisa menerapkan cara-cara menangulangi resiko bencana.
















DAFTAR PUSTAKA

Karnawati.D, 2002 Manajemen Bencana Alam Gerakan Tanah di Indonesia: Evaluasi dan Rekomendasi, Workshop PMBA, Jurs.T.Geologi FT-UGM BAPPEDA Bali, Yogyakarta.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar