BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bencana (disaster) merupakan fenomena sosial akibat
kolektif atas sistem penyesuaian dalam merespon ancaman (Paripurno, 2002).
Renspon itu bersifat jangka pendek yang disebut mekanisme penyesuaian (coping
mechanism) atau yang lebih jangka panjang yang dikenal sebagai mekanisme
adaptasi (adaptatif mechanism). Mekanisme dalam menghadapi perubahan dalam
jangka pendek terutama bertujuan untuk mengakses kebutuhan hidup dasar:
keamanan, sandang, pangan, sedangkan jangka panjang bertujuan untuk memperkuat
sumber-sumber kehidupannya (Paripurno, 2002).
Masalah
bencana akibat lingkungan mulai semakin mencuat ke permukaan,baik yang
disebabkan oleh proses alam itu sendiri maupun yang disebabkan karena ulah
manusia di dalam membangun sarana dan memenuhi kebutuhan hidupnya. Kasus-kasus
mengenai perubahan tata guna lahan di daerah tangkapan air hujan di hulu
menjadi padat penduduk karena berubah menjadi pemukiman. Hal tersebut berdampak
pada banjir yang sering terjadi di daerah bawahnya atau daerah hilir. Konversi
lahan ini sedikit banyak telah berpengaruh terhadap menurunnya kualitas
lingkungan.
Oleh
karena itu di dalam proses pembangunan tidak dengan sendirinya mengurangi
risiko terhadap bahaya alam. Sebaliknya tanpa disadari pembangunan dapat
menciptakan bentuk-bentuk kerentanan baru atau memperburuk kerentanan yang
telah ada. Persoalan-persolaan yang muncul sebagai akibat dari proses
pembangunan ini perlu diarahkan pada suatu paradigma pembangunan yang ramah
lingkungan, yaitu “pembangunan yang berkelanjutan” maka pembangunan tersebut
harus didasarkan atas pengetahuan yang lebih baik tentang karakteristik alam
dan manusia (masyarakat).
Bencana
alam apapun bentuknya memang tidak diinginkan. Sayangnya kejadian pun terus
saja ada. Berbagai usaha tidak jarang dianggap maksimal tetapi kenyataan sering
tidak terelakkan. Masih untung bagi kita yang mengagungkan Tuhan sehingga
segala kehendak-Nya bisa dimengerti, meski itu berarti derita.
Banyak
masalah yang berkaitan dengan bencana alam. Kehilangan dan kerusakan termasuk
yang paling sering harus dialami bersama datangnya bencana itu. Harta benda dan
manusia terpaksa harus direlakan, dan itu semua bukan masalah yang mudah. Dalam
arti mudah difahami dan mudah diterima oleh mereka yang mengalami. Bayangkan
saja harta yang dikumpulkan sedikit demi sedikit, dipelihara bertahun-tahun
lenyap seketika.
B.
Rumusan
Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah
ini, yaitu:
1. apa
pengertian resiko bencana, bahaya dan kerentanan ?
2. apa
saja faktor penentu resiko bencana ?
3. bagaimana
tujuan analisis resiko bencana ?
4. bagaimana
langkah-langkah analisis resiko ?
C.
Tujuan
Penulisan
Adapun
tujuan penulisan dalam makalah ini, yaitu:
1. Untuk
mengetahui pengertian resiko bencana, bahaya dan kerentanan
2. Untuk
mengetahui faktor penentu resiko bencana
3. Untuk
mengetahui tujuan analisis resiko bencana
4. Untuk
mengetahui langkah-langkah analisis resiko
BAB II
PEMBAHASAN
A. pengertian resiko bencana, bahaya
dan kerentanan
Bencana (disaster) adalah suatu gangguan serius terhadap keberfungsian
suatu komunitas atau masyarakat yang mengakibatkan kerugian manusia, materi,
ekonomi, atau lingkungan yang meluas yang melampaui kemampuan komunitas atau
masyarakat yang terkena dampak untuk mengatasi dengan menggunakan sumberdaya mereka
sendiri (ISDR, 2004 dalam MPBI, 2007). Bencana dapat dibedakan menjadi dua
yaitu bencana oleh faktor alam (natural disaster) seperti letusan gunungapi,
banjir, gempa, tsunami, badai, longsor, dan bencana oleh faktor non alam
ataupun faktor manusia (man-made disaster) seperti konflik sosial dan kegagalan
teknologi.
Bencana (disaster) merupakan fenomena sosial akibat kolektif attas sistem
penyesuaian dalam merespon ancaman (Paripurno, 2002). Renspon itu bersifat
jangka pendek yang disebut mekanisme penyesuaian (coping mechanism) atau yang
lebih jangka panjang yang dikenal sebagai mekanisme adaptasi (adaptatif
mechanism). Mekanisme dalam menghadapi perubahan dalam jangka pendek terutama
bertujuan untuk mengakses kebutuhan hidup dasar: keamanan, sandang, pangan,
sedangkan jangka panjang bertujuan untuk memperkuat sumber-sumber kehidupannya
(Paripurno, 2002).
Bahaya (hazard) adalah suatu fenomena fisik, fenomena, atau aktivitas
manusia yang berpotensi merusak, yang bisa menyebabkan hilangnya nyawa atau cidera,
kerusakan harta-benda, gangguan sosial dan ekonomi atau kerusakan lingkungan
(ISDR, 2004 dalam MPBI, 2007) atau peristiwa kejadian potensial yang merupakan
ancaman terhadap kesehatan, keamanan, atau kesejahteraan masyarakat atau fungsi
ekonomi masyarakat atau kesatuan organisasi pemerintah yang selalu luas
(Lundgreen, 1986).
Kerentanan (vulnerability) adalah kondisi-kondisi yang ditentukan oleh
faktor-faktor atau proses-proses fisik, sosial, ekonomi, dan lingkungan yang
meningkatkan kecenderungan (susceptibility) sebuah komunitas terhadap dampak
bahaya (ISDR, 2004 dalam MPBI, 2007). Kerentanan lebih menekankan aspek manusia
di tingkat komunitas yang langsung berhadapan dengan ancaman (bahaya) sehingga
kerentanan menjadi faktor utama dalam suatu tatanan sosial yang memiliki risiko
bencana lebih tinggi apabila tidak di dukung oleh kemampuan (capacity) seperti
kurangnya pendidikan dan pengetahuan, kemiskinan, kondisi sosial, dan kelompok
rentan yang meliputi lansia, balita, ibu hamil dan cacat fisik atau mental.
Kapasitas (capacity) adalah suatu kombinasi semua kekuatan dan sumberdaya yang
tersedia di dalam sebuah komunitas, masyarakat atau lembaga yang dapat
mengurangi tingkat risiko atau dampak suatu bencana (ISDR, 2004 dalam MPBI,
2007).
Dalam kajian risiko bencana ada faktor kerentanan (vulnerability) rendahnya
daya tangkal masyarakat dalam menerima ancaman, yang mempengaruhi tingkat
risiko bencana, kerentanan dapat dilihat dari faktor lingkungan, sosial budaya,
kondisi sosial seperti kemiskinan, tekanan sosial dan lingkungan yang tidak
strategis, yang menurunkan daya tangkal masyarakat dalam menerima ancaman.
Besarnya resiko dapat dikurangi oleh adanya kemampuan (capacity) adalah
kondisi masyarakat yang memiliki kekuatan dan kemampuan dalam mengkaji dan
menilai ancaman serta bagaimana masyarakat dapat mengelola lingkungan dan
sumberdaya yang ada, dimana dalam kondisi ini masyarakat sebagai penerima
manfaat dan penerima risiko bencana menjadi bagian penting dan sebagai aktor
kunci dalam pengelolaan lingkungan untuk mengurangi risiko bencana dan ini
menjadi suatu kajian dalam melakukan manajemen bencana berbasis masyarakat
(Comunity Base Disaster Risk Management).
Pengelolaan lingkungan harus bersumber pada 3 aspek penting yaitu Biotik
(makluk hidup dalam suatu ruang), Abiotik (sumberdaya alam) dan Culture
(Kebudayaan). Penilaian risiko bencana dapat dilakukan dengan pendekatan
ekologi (ekological approach) dan pendekatan keruangan (spatial approach)
berdasarkan atas analisa ancaman (hazard), kerentanan (vulnerabiliti) dan
kapasitas (capacity) sehingga dapat dibuat hubungannya untuk menilai risiko bencana
dengan rumus :
RB= HxV/C
RB=RisikoBencana
H=Hazard(bahaya)
V = Vulnerability (kerentanan)
C = Capacity (kemampuan)

B. Faktor penentu resiko bencana
Tingkat penentu resiko bencana disuatu wilayah dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu ancaman, kerentanan dan kapasitas.
Dalam upaya pengurangan resiko bencana (PRB) atau disaster risk reduction
(DRR), ketiga faktor tersebut yang menjadi dasar acuan untuk dikaji guna
menentukan langkah-langkah dalam pengelolaan bencana.
Faktor penentu Resiko
Bencana
1.
Ancaman
Kejadian yang
berpotensi mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat sehingga menyebabkan
timbulnya korban jiwa, kerusakan harta benda, kehilangan rasa aman,
kelumpuhan ekonomi dan kerusakan lingkungan serta dampak psikologis. Ancaman
dapat dipengaruhi oleh faktor :
a.
Alam,
seperti gempa bumi, tsunami, angin kencang, topan, gunung meletus.
b.
Manusia,
seperti konflik, perang, kebakaran pemukiman, wabah penyakit, kegagalan
teknologi, pencemaran, terorisme.
c.
Alam dan Manusia,
seperti banjir, tanah longsor, kelaparan, kebakaran hutan. Kekeringan.
2.
Kerentanan
Suatu kondisi yang ditentukan oleh faktor – faktor fisik, sosial, ekonomi, geografi yang mengakibatkan menurunnya kemampuan masyarakat dalam menghadapi bencana.
Suatu kondisi yang ditentukan oleh faktor – faktor fisik, sosial, ekonomi, geografi yang mengakibatkan menurunnya kemampuan masyarakat dalam menghadapi bencana.
3.
Kapasitas
Kemampuan sumber daya yang dimiliki tiap orang atau kelompok di suatu wilayah yang dapat digunakan dan ditingkatkan untuk mengurangi resiko bencana. Kemampuan ini dapat berupa pencegahan, mengurangi dampak, kesiapsiagaan dan keterampilan mempertahankan hidup dalam situasi darurat.
Kemampuan sumber daya yang dimiliki tiap orang atau kelompok di suatu wilayah yang dapat digunakan dan ditingkatkan untuk mengurangi resiko bencana. Kemampuan ini dapat berupa pencegahan, mengurangi dampak, kesiapsiagaan dan keterampilan mempertahankan hidup dalam situasi darurat.
Sehingga untuk
mengurangi resiko bencana maka diperlukan upaya – upaya untuk mengurangi
ancaman, mengurangi kerentanan dan meningkatkan kapasitas.
C.
Tujuan
Analisis Resiko
Pengurangan
Risko Bencana dimaknai sebagai sebuah proses pemberdayaan komunitas melalui
pengalaman mengatasi dan menghadapi bencana yang berfokus pada kegiatan
partisipatif untuk melakukan kajian, perencanaan, pengorganisasian kelompok
swadaya masyarakat, serta pelibatan dan aksi dari berbagai pemangku
kepentingan, dalam menanggulangi bencana sebelum, saat dan sesudah terjadi
bencana. Tujuannya agar komunitas mampu mengelola risiko, mengurangi, maupun
memulihkan diri dari dampak bencana tanpa ketergantungan dari pihak luar. Dalam
tulisan siklus
penanganan bencana kegiatan ini ada dalam fase pra bencan
Fokus
kegiatan Pengurangan Risiko Bencana secara Partisipatif dari komunitas dimulai
dengan koordinasi awal dalam rangka membangun pemahaman bersama tentang rencana
kegiatan kajian kebencanaan, yang didalamnya dibahas rencana pelaksanaan kajian
dari sisi peserta, waktu dan tempat serta keterlibatan tokoh masyarakat
setempat akan sangat mendukung kajian analisa kebencanaan ini. Selain itu juga
di sampaikan akan Pentingnya Pengurangan Risko Bencana mengingat wilayah kita
yang rawan akan bencana.
Setelah
ada kesepakatan dalam koordinasi awal maka masyarkat melakukan kegiatan PDRA (
Participatory Disaster Risk Analysis / Kajian Partisipatif Analisa Bencana ).
Kegiatan ini selain melibatkan masyarakat, Tokoh masyarakat juga kader yandu
dan PKK dusun, dengan kata lain semua unsur di masyarakat yang ada dilibatkan.
Dalam kegiatan ini dijelaskan maksud dan tujuan kegiatan kajian dan analisa
kerentanan, ancaman dan resiko kebencanaan.
Kegiatan
PDRA di suatu wilayah diawali dengan memberikan pemahaman tentang Pengurangan
Risiko Bencana berbasis masyarakat yaitu upaya yang dilakukan sendiri oleh
masyarakat untuk menemukenali ancaman yang mungkin terjadi di wilayahnya dan
menemukenali kerentanan yang ada di wilayahnya serta menemukenali
potensi/kapasitas yang dimiliki untuk meredam/mengurangi dampak dari bencana
tersebut. setelah menemukenali ancaman, kerentanan, dan Kapasitas yang ada di
masyarakat maka perlu dianalisis untuk mengetahui seberapa jauh masyarakat
mampu mengurangi risiko bencana itu dengan menggunakan rumus Ancaman x
Kerentanan dibagi dengan Kapasitas.
Sebelum
mengkaji perlu diperoleh data terkini dari wilayah tersebut. Pentingnya data
terkini mengenai jumlah KK dan Jiwa, pemilik kendaraan , kerentanan dll,
sebagai bahan dasar kajian selanjutnya dalam kegiatan PDRA pengurangan risiko
bencana wilayah ini.
Kemudian
dilakukan Kegiatan Kajian dan analisis Risiko bencana secara partisipasif oleh
masyarakat Hal-hal yang dikaji : ancaman, kerentanan dan potensi terhadap
bencana untuk wilayahnya.
D.
Langkah-Langkah
Analis Resiko
Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)
merupakansalahsatuwilayahygrentanterhadapbencanaalamantara lain
gempabumivolkanikdantektonik, tanahlongsor,
kekeringandanbajirygsemakinmeningkatsecarakuantitatifmaupunkualitatif.
Olehkarenaitudiperlukansuaturencanaygstrategisuntukpengelolaanbencanaalamygmenimpawilayah
DIY. TujuananalisisStrength,Weakness,Opportunity
dan Threat (SWOT)adalahuntukmensinergikankecepatan, ketepatan,
kesigapandankeputusanygefektifdanefisiendalampengelolaanbencanaalam.
FaktorStrength
(kekuatan)adalahketersediaan SDM ahli di bidangbencanaalam, antara lain
ahli-ahligeologi, geofisika, , kegunungapian, geografi, geodesi, tekniksipil,
manajemen, informasi, telekomunikasi, dsb.
Demikianjugakeberadaanberbagaiinstansi yang terkaitdenganbencanaalamantara lain PEMDA tingkat I dan II, Kantor BPPTK, SABO,
UGM (a.l. PSBA), UII, UPN, BMG, dll. Selainituketersediaansaranadanprasarana
yang memadai, termasukhasil-hasilriset di berbagaibidang yang
terkaitdenganbencanaalamakansangatmendukungrencanaini.
Faktor Weakness (kelemahan) adalah belum
adanya koordinasi dan sinkronisasi
dari berbagai pihak (institusi
dan kepakaran) di dalam pengelolaan bencana alam. Selain itu belum tersedianya
suatu wadah yang resmi dan mampu untuk mengkoordinasi, dan mengambil
langkah-langkah strategis untuk mencapai tujuan tersebut, serta belum adanya jaringan stasiun gempa bumi
tektonik yang memadai di wilayah DIY.
Faktor Opportunity (peluang) adalah banyaknya
kerjasama yang telah terbina sampai dengan saat ini, baik dengan institusi
Nasional maupun Internasional yang memungkinkan adanya transfer teknologi dan
kolaborasi. Pendanaan dapat berasal
dari PEMDA Tk I dan II, Menteri RISTEK, UNESCO, dan Kerja Sama penelitian dengan negara-2 Perancis, Jerman, Jepang
dll.
Faktor Threat
(ancaman/tantangan), terdapat fakta/kenyataan bahwa wilayah DIY rentan terhadap acmana aktifitas Gunung
Merapi yang sangat aktif terutama wilayah Sleman, ancaman banjir terutama
wilayah Bantul dan Kulon Progo, tanah longsor terutama wilayah Kulon Progo,
ancaman kekeringan terutama wilayah Gunung Kidul dan gempa tektonik yang cukup
menakutkan dan membuat panik penduduk wilayah DIY. Selain itu DIY merupakan salah satu barometer nasional dalam bidang-bidang
sosio-demografis, sosio-geologis, budaya serta politik, oleh karena uitu memerlukan aras kompetensi, kesadaran dan
kewaspadaan yang prima terhadap pengelolaan bencana alamnya. Apalagi keberadaan
G. Merapi sudah menjadi perhatian masyarakat internasional antara lain IAVCE,
UNESCO, negara-2: Jerman, Perancis dan Jepang.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bencana (disaster) merupakan fenomena sosial akibat kolektif
atas sistem penyesuaian dalam merespon ancaman (Paripurno, 2002). Renspon itu
bersifat jangka pendek yang disebut mekanisme penyesuaian (coping mechanism)
atau yang lebih jangka panjang yang dikenal sebagai mekanisme adaptasi
(adaptatif mechanism).
Tingkat penentu resiko bencana disuatu wilayah dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu ancaman, kerentanan dan kapasitas.
Dalam upaya pengurangan resiko bencana (PRB) atau disaster risk reduction
(DRR), ketiga faktor tersebut yang menjadi dasar acuan untuk dikaji guna
menentukan langkah-langkah dalam pengelolaan bencana.
B. Saran
Kita
sebagai tenaga kesehatan harus tanggap terhadap resiko terjadinya bencana dan
mampu untuk melakukan hal-hal yang dapat mengatasi resiko bencana. Dan sebagai
pembaca bisa menerapkan cara-cara menangulangi resiko bencana.
DAFTAR PUSTAKA
Karnawati.D, 2002 Manajemen Bencana Alam Gerakan Tanah di Indonesia:
Evaluasi dan Rekomendasi, Workshop PMBA, Jurs.T.Geologi FT-UGM BAPPEDA Bali,
Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar